Ruang Untukmu -
Bab 172
Bab 172
Bab 172
Roy telah mengikuti kelas manajemen ekspresi wajah sebelumnya, tetapi kini dia tidak dapat menahan diri dan tertawa keras. “Pak Elan, satu truk durian Musang King yang Anda pesan untuk Nona Tasya didistribusikan untuk perusahaan. Masalahnya, Nona Tasya memberikan nama pemberinya dengan nama Anda.”
Wajah tampan Elan‘s sedikit kaku setelah mendengarnya. “Oh, begitu?”
“Ya. Apapun itu, rasa terimakasih semua orang tertuju untuk Anda.” Begitu Roy selesai berkata, dia langsung menutup bibirnya dan tertawa sebelum menahan tawanya sambil menutup mulutnya sekali lagi.
“Tidak apa kalau mau tertawa.” Elan melirik tajam ke arah Roy. Aku hanya tidak menyangka Tasya begitu dermawan dan benar–benar mendistribusikan semuanya.
Tiba–tiba, Elan mengingat sesuatu dan dia langsung mengambil ponselnya lalu menekan nomor neneknya.
“Halo, Elan. Ada yang mau kamu bicarakan denganku?” Suara Hana muncul.
“Nenek, aku ingin makan siang denganmu hari ini. Kita sudah lama tidak
bertemu.
“Aku lebih memilih makan malam bersama. Aku ada kencan makan siang hari ini.”
“Kencan makan siang seperti apa? Bolehkah aku ikut?”
“Sepertinya tidak bisa.” Hana berkata apa adanya.
“Hanya makan siang biasa.”
“Ya, aku akan berterus terang padamu. Aku akan kencan makan siang dengan Nando dan Tasya hari ini. Aku ingin berbicara pada mereka tentang pertunangannya kapan lalu. Aku memutuskan bahwa ini saatnya menentukan tanggal untuk mereka.”
“Libatkan aku untuk kencan makan siang itu, kalau begitu! Aku mau ikut makan juga,” Elan merespon dengan senyuman.
“Baiklah. Aku tidak keberatan kamu ikut acara kami, tapi jangan berani beraninya kamu mengacau!”
“Jangan khawatir. Aku tidak akan melakukan itu.” Elan menarik bibirnya dan tersenyum. Aku tidak akan mengacau karena toh acara ini tidak akan berjalan sesuai rencana.
Dalam sekejap mata, kini pukul 11.20 pagi dan Tasya melihat ke ponselnya dari waktu ke waktu, menunggu Hana untuk menelepon terkait acara kencan makan siang.
Seketika itu juga, ponsel Tasya berbunyi dan dia dengan cepat melihatnya. Benar, Hana yang meneleponnya. Jadi, dia menarik napas panjang sebelum menjawab teleponnya. “Halo, Nyonya Besar Hana.”
“Tasya, kamu bisa turun ke bawah. Mobilku akan sampai ke pintu masuk kantormu.” Ternyata Hana sendiri yang datang untuk menjemput Tasya.
Pada saat itu, Tasya merasa cukup tersanjung sehingga dia tersenyum. “Baik. Aku akan ke bawah segera.”
Tasya berjalan keluar pintu masuk dan melihat sebuah mobil hitam terparkir di dekat pintu masuk, logo Rolls–Royce yang terpampang besar tidak mungkin terlewatkan.
Sang supir secara pribadi langsung keluar untuk membukakan pintu bagi Tasya. Perempuan itu lalu mengungkapkan rasa terima kasihnya, “Terima kasih.
“Sama–sama, Nona Tasya,” balas supir itu.
Begitulah, Tasya masuk ke bagian belakang kursi penumpang dan melihat bahwa Hana mengenakan pakaian elegan yakni dress berwarna ungu gelap dengan hiasan tali emas. Kancing dress tersebut terbuat dari ruby, dan jelaslah bahwa pakaian ini dijahit dengan tangan, dipesan dengan khusus,
“Halo, Nyonya Besar Hana!” Tasya menyapa Hana.
“Kita sudah beberapa hari tidak bertemu. Apa yang terjadi pada jarimu?”
Hana segera mengetahui jari Tasya yang diplester.
“Tidak apa–apa. Aku secara tidak sengaja melukai diriku sendiri.”
“Apakah lukanya cukup parah?”
“Tidak begitu parah. Hanya luka kecil.” Tasya menarik bibirnya dan tersenyum.
Mendengar hal itu, Hana mengangguk. “Cobalah berhati–hati lain kali.” Usai berkata demikian, perempuan tua itu melihat ke luar jendela, ke arah gedung di depan. “Apakah kam bekerja di sini?”
“Iya.”
“Bagus. Elan sudah mengambil alih perusahaan ini, jadi tempat ini adalah bagian dari bisnis keluarga kami skearang. Akan lebih mudah bagi kami untuk membantumu kelak.”
Sementara itu, Tasya merasa cukup tidak tenang. Elan tidak hanya mengambil alih Atelir Perhiasan Jewelia demi membantu pegawai rendah macam Tasya, tetapi dia juga membeli Grup Mahkota Ratu
yang ternama di dunia, grup yang menyokong merk Atelir Perhiasan Jewelia .
“Nyonya Besar Hana, aku baik–baik saja, jadi tidak perlu bertindak begitu jauh untuk membantuku,” Tasya menunjukkan rasa terima kasihnya dengan tulus.
“Kamu tidak perlu sungkan, nak. Kami berkewajiban untuk melakukan hal itu. Aku juga berusaha untuk menebus diriku dengan cara membantumu. Hal itu membuatku menjadi sedikit lebih baik.” Mata Hana‘s berkaca–kaca saat dia berbicara. “Aku akan selamanya berulang budi pada ibumu dan tidak ada yang dapat aku lakukan untuk membayar penuh atas perbuatannya sepanjang kehidupanku ini.”
Terkejut, Tasya bertanya, “Nyonya Besar Hana, mengapa kamu berkata demikian?”
“Mungkin kamu tidak menyadarinya, tetapi kedua orang tua Elan meninggal bersamaan waktu itu dan aku sendirian yang bertahan untuk mengurus keseluruhan Grup Prapanca. Di saat yang bersamaan, aku harus membesarkan Elan kecil. Pada momen itu, aku menyandangkan segala
harapanku pada Elan. Jadi, jika sesuatu yang buruk terjadi padanya, aku akan kehilangan pilar kekuatan hidupku yang tersisa. Pengorbanan besar ibumu yang menyebabkan Grup Prapanca menjadi seperti sekarang.”
Previous Chapter
Next Chapter
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report