Ruang Untukmu -
Bab 362
Bab 362
Ruang Untukmu
Bab 362
Sementara mereka sedang dalam perjalanan, Elan dan anak buahnya akan terus mendengarkan informasi dan arahan yang diberikan oleh para pengawal yang sedang melacak Tasya dan para penculiknya. Saat ini, yang bisa dilakukan Elan hanyalah berdoa agar Tasya bisa kembali dengan selamat. Memikirkan apa yang mungkin dilakukan para penculik itu padanya saat dia terbaring tak berdaya di dalam mobil memancarkan aura yang tak menyenangkan dari dalam matanya, dan dia tak ingin apa–apa selain mengejar mobil van itu dan membunuh para penculik dengan tangan kosong:
Meskipun mereka melaju dengan kecepatan penuh, Elan masih merasa kalau mereka bergerak terlalu lambat dan santai. Jika Rully menyentuh sehelai rambut saja di kepala Tasya, maka Elan bersumpah kalau dia akan meledakkan mereka semua hingga hancur berkeping–keping.
Saat ini, Tasya perlahan mulai sadar saat dia sudah terbaring di lantai sebuah rumah kosong di antah berantah. Sebuah karung telah ditarik untuk menutupi kepalanya, dan dia tak bisa melihat apa–apa selain kegelapan, meskipun dia bisa menangkap suara langkah kaki dan orang–orang yang berbicara di sekitarnya.
Tasya pun berusaha untuk melepaskan diri dari ikatannya sambil mengeluarkan tangisan yang teredam. “Mmph!”
“Berhentilah berusaha. Nona Tasya. Tak mungkin kamu bisa keluar dari sini hidup hidup,” kata suara seorang laki–laki yang sudah tua.
Untuk beberapa alasan, Tasya merasa kalau suara itu sangat akrab, tapi dia tak bisa mengenalinya.
“Kamu memang mirip dengan ibumu, berjuang untuk mati di tanganku,” seru sebuah suara dingin di dekat telinganya.
Setelah mendengarnya, Tasya langsung membeku. Ibuku? Kenapa pria ini tiba–tiba menyebut ibuku? Siapa dia? Kalau dilihat dari ucapannya, dia mungkin saja adalah pembunuh ibuku dari bertahun– tahun yang lalu. Siapa dia? Siapa sebenarnya dia?
Pikiran–pikiran iersebut mulai berkecamuk di dalam kepalanya, tetapi saat kepanikan dan kemarahan memenuhi dirinya, pria itu berkata sekali lagi. “Apakah kamu ingin mengetahui lebih banyak tentang ibumu sebelum kamu meninggal, Nona Tasya? Dia sebenarnya bisa lolos dari kematian bertahun– tahun yang lalu.” Ada simpati yang terdengar palsu dalam nada suaranya saat dia menambahkan, “Apakah kamu tahu siapa yang sebenarnya membunuh ibumu?”
Tasya masih gemetar ketakutan, tetapi ketika dia mendengarnya, ketakutannya sudah bercampur dengan rasa penasaran. Dia merasa putus asa, dan menyadari, untuk bisa mengetahui tentang kebenaran dari kematian ibunya.
“Orang yang sebenarnya telah membunuh ibumu tak lain adalah Nyonya Besar Prapanca!” ucap pria itu dalam hati, suaranya terdengar lantang dan jelas.
Meskipun masih ada karung di atas kepalanya, namun Tasya masih berusaha dan bergerak setelah mendengarnya, menunjukkan bahwa dia menolak untuk percaya padanya.
“Bukankah kita terlalu berprasangka, ya? Ilalı! Baiklah, biarkan aku memberitahumu apa yang sudah dilakukannya keuka dia mengetahui bahwa cucunya yang berharga telah diculik!” Pria itu menjelaskan dengan dingin dan tajam, “Nyonya Besar Prapanca secara pribadi menelepon walikota dan mengatakan kepadanya bahwa jika dia tidak menyelamatkan cucunya dan membiarkannya mati, maka dia akan melumpubkan seluruh pasar saham. Dengan kekuatan Perusahaan Prapanca, dia bisa dengan mudah melumpuhkan perekonomian seluruh negeri jika dia mau. Oleh karena itu, dia
mengancam walikota dan menuntut agar cucunya bisa kembali hidup hidup. Seperti yang diharapkan, walikota menanggapi ancamannya dengan serius dan dengan cepat menelepon markas polisi.
“Tak berani untuk berlama–lama untuk menangani kasus ini, markas polisi segera mengirim semua petugas berseragam yang tersedia dan memerintahkan mereka untuk membawa Elan kembali hidup– hidup tidak peduli apa pun yang terjadi. Ibumu kebetulan adalah salah satu dari orang bernasib sial yang dikirim dalam misi penyelamatan itu. Nyonya Besar Prapanca begittu khawatir, hidup cucunya adalah satu–satunya yang penting baginya, dan dia tak peduli tentang apa yang terjadi pada ibumu.”
Tasya merasa sangat terkejut saat dia mendengarkan ceritanya. Dia bisa memahami ketakutan Hana saat kehilangan cucunya, tetapi dia tak berpikir bahwa wanita tua itu sampai mengancam walikota dengan paksa.
“Karena itu, ibumu mendapat telepon dari petinggi dan pergi bertugas. Dia bisa saja selamat, tetapi dia malah pergi untuk melindungi bocah lelaki itu dan mengalami penusukan di tempat kejadian. Wanita itu bertekad untuk melindunginya meskipun dia telah mendapatkan tiga belas tusukan di punggungnya sampai kehabisan darah. Dia telah mengorbankan dirinya untuk tuan muda kecil itu, semuanya hanya karena satu panggilan telepon dari wanita tua itu.”
Tasya merasa jantungnya akan meledak karena kesedihan dan rasa sakit. Air mata yang terasa panas telah menggenang dari matanya dan segera tumpah. Apakah itu benar–benar penyebab mengapa Ibu meninggal saat bertugas bertahun–tahun yang lalu?
“Bisakah kamu bayangkan betapa sakit dan tersiksanya ibumu selama kematiannya? Dia akan meninggalkan seorang putri manis yang baru berusia dua tahun! Aku bahkan mendengarnya berbisik, “Maafkan aku, Tasya...” sementara nyawanya perlahan keluar dari tubuhnya!”
Tasya menggelengkan kepalanya dengan marah, tak ingin mendengar hal ini lagi
!
sambil merasakan penderitaan yang sangat bebat yang sudah menguasainya.
“Namun, kamu malah jatuh cinta dengan anak laki–laki yang menjadi alasan kematian ibumu bertahun–tahun yang lalu. Apakah kamu pikir ibumu akan beristirahat dengan tenang di atas sana?“|
Pria itu berjongkok tepat di depannya dan semakin menambah rasa sakit pada penderitaannya. Ketakutan di dalam diri Tasya sudah menghilang sekarang, dan digantikan oleh gelombang kebencian yang begitu kuat. Dia mengetahui bahwa pria ciu adalah pembunuh ibunya.
Kemudian pria itu mengeluarkan suara tawa yang tidak menyenangkan, dan itu adalah suara yang sangat akrab sehingga pikirannya terasa seperti meledak dengan ingatan tersebut. Pria itu tak lain adalah pamannya Elan, Rully. Dia pasti orangnya.
Dia adalah orang yang membunuh ibuku bertahun–tahun yang lalu! Kesadaran yang tiba–tiba memenuhi dirinya dengan kemarahan sambil berjuang keras. Meskipun
Tasya tahu kalau dia tak bisa melakukan apa–apa, namun instingnya sudah mendesaknya untuk membalas dendam pada pria itu.
Previous Chapter
Next Chapter
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report